Page 4 - TAN MALAKA- Bapak Republik Yang Di Lupakan
P. 4

Buku  Naar  de  Republiek  dan  Massa  Actie  (1926)  yang  ditulis  dari  tanah
               pelarian  itu  telah  menginspirasi  tokoh-tokoh  pergerakan  di  Indonesia.
               Tokoh pemuda radikal Sayuti Melik, misalnya, mengenang bagaimana Bung
               Karno dan Ir Anwari membawa dan mencoret-coret hal penting dari Massa
               Actie. Waktu  itu  Bung Karno memimpin  Klub Debat  Bandung. Salah satu
               tuduhan  yang  memberatkan  Soekarno  ketika  diadili  di  Landrat  Bandung
               pada  1931  juga  lantaran  menyimpan  buku  terlarang  ini.  Tak  aneh  jika  isi
               buku  itu  menjadi  ilham  dan  dikutip  Bung  Karno  dalam  pleidoinya,
               Indonesia Menggugat.

               W.R.  Supratman  pun  telah  membaca  habis  Massa  Actie.  Ia  memasukkan
               kalimat "Indonesia tanah tumpah darahku" ke dalam lagu Indonesia Raya
               setelah diilhami bagian akhir dari Massa Actie, pada bab bertajuk "Khayal
               Seorang Revolusioner". Di situ Tan antara lain menulis, "Di muka barisan
               laskar, itulah tempatmu berdiri.... Kewajiban seorang yang tahu kewajiban
               putra tumpah darahnya."

               Di  seputar  Proklamasi,  Tan  menorehkan  perannya  yang  penting.  Ia
               menggerakkan  para  pemuda  ke  rapat  raksasa  di  Lapangan  Ikada  (kini
               kawasan  Monas),  19  September  1945.  Inilah  rapat  yang  menunjukkan
               dukungan massa pertama terhadap proklamasi kemerdekaan yang waktu itu
               belum  bergema  keras  dan  "masih  sebatas  catatan  di  atas  kertas".  Tan
               menulis  aksi  itu  "uji  kekuatan  untuk  memisahkan  kawan  dan  lawan".
               Setelah rapat ini, perlawanan terhadap Jepang kian berani dan gencar.

               Kehadiran Tan di Lapangan Ikada menjadi cerita menarik tersendiri. Poeze
               bertahun-tahun  mencari  bukti  kehadiran  Tan  itu.  Sahabat-sahabat  Tan,
               seperti  Sayuti  Melik,  bekas  Menteri  Luar  Negeri  Ahmad  Soebardjo,  dan
               mantan  Wakil  Presiden  Adam  Malik,  telah  memberikan  kesaksian.  Tapi
               kesaksian itu harus didukung bukti visual. Dokumen foto peristiwa itu tak
               banyak.  Memang  ada  rekaman  film  dari  Berita  Film  Indonesia.  Namun
               mencari  seorang  Tan  di  tengah  kerumunan  sekitar  200  ribu  orang  dari
               pelbagai daerah bukan perkara mudah.

               Poeze  mengambil  jalan  berputar.  Ia  menghimpun  semua  ciri  khas  Tan
               dengan mencari dokumen di delapan dari 11 negara yang pernah didatangi
               Tan. Tan, misalnya, selalu memakai topi perkebunan sejak melarikan diri di
               Filipina  (1925-1927).  Ia  cuma  membawa  paling banyak  dua  setel  pakaian.
               Dan  sejak  keterlibatannya  dalam  gerakan  buruh  di  Bayah,  Banten,  pada
               1940-an, ia selalu memakai celana selutut. Ia juga selalu duduk menghadap
               jendela setiap kali berkunjung ke sebuah rumah. Ini untuk mengantisipasi
               jika polisi rahasia Belanda, Jepang, Inggris, atau Amerika tiba-tiba datang
               menggerebek. Ia memiliki 23 nama palsu dan telah menjelajahi dua benua
               dengan  total  perjalanan  sepanjang  89  ribu  kilometer-dua  kali  jarak  yang
               ditempuh Che Guevara di Amerika Latin.





                                                    2
   1   2   3   4   5   6   7   8   9