Page 10 - untitled137.tif
P. 10
3
kakinya terlihat biang daki yang tebal sekali, seperti kulit
katak darat saja. Apa enaknya hidup seperti itu? Sukankah
hanya siksaan hidup dengan cara demikian?
Pada suatu hari, Ujang Sandi anak Pak Elom ber-
tandang ke rumah Ki Amdani. Saat itu Ki Amdani sedang
bercerita tentang masa muda Pak Elom. Ujang Sandi berada
di rumah Ki Amdani sambil menyambangi sahabat karibnya,
Acep Deden, anak laki-laki Ki Amdani. Mereka berdua asyik
mendengarkan pengalaman orang tua itu.
"Sandi, coba dengar ya!" kata Ki Amdani memulai.
"Sapak ingin cerita tentang ayahmu. Siapa tahu ada gunanya
buat kalian berdua." Lalu, Ki Amdani melanjutkan sebagai
berikut.
Dulu ... dulu sekali, Pak Elom ayahmu itu Sandi adalah
ternan sepermainan saya. Sifat Pak Elom sewaktu kecil itu,
sungguh amat terpuji. Ia baik, sabar, dan suka menolong
orang yang kesusahan. Yang terpenting dari semuanya
adalah kebiasaan berhematnya. Apakah dia suka jajan atau
mengemil? Jangan salah ... , tidak sa rna sekali!
Saya dan ternan-ternan sering bertanya pada dia, apa
sebabnya sampai tidak pernah jajan? Jawabnya hanya satu,
"kotor," katanya.
"Kalau begitu, Pak . . . kenapa Juragan Lurah enggak
melarang para pedagang kaki lima. Kan sudah jelas, kotoran
itu biangnya penyakit?" tanya Ujang Sandi.
"Hus, lain lagi!" jawab Ki Amdani, lalu melanjutkan
ceritanya.
Tak ada larang-melarang. Kalau dilarang, pedagang
bakal kehilangan mata pencaharian, dong, dan tak bisa
membayar pajak kepada Kangjeng Gupernemen. Tambahan