Page 11 - TAN MALAKA- Bapak Republik Yang Di Lupakan
P. 11

Dari  pertemuan  itu,  Tan  sendiri  menafsirkan,  Chaerul  dan  Sukarni
               mengenal ide-ide politiknya. Tapi ia belum berani membuka jati diri. "Saya
               masih  menunggu  kesempatan  yang  lebih  tepat,"  katanya  dalam  memoar
               Dari Penjara ke Penjara.

               Ia lalu pulang ke Bayah, kembali bekerja sebagai juru ketik. Nama Hussein
               tetap digunakan. Saat itu usianya 48 tahun.

                                                   ***
               HUSSEIN  kembali  muncul  di  Jakarta  pada  6  Agustus  1945.  Ia  membawa
               tas. Isinya celana pendek selutut, kemeja, dan kaus lengan panjang kumal.
               Kali  ini  yang  dituju  rumah  B.M.  Diah,  Ketua  Angkatan  Baru,  yang  juga
               redaktur koran Asia Raya, satu-satunya koran yang terbit di Jakarta.

               Utusan Bayah itu menanyakan kabar mutakhir situasi perang. Setelah satu
               jam  Diah  memberikan  informasi,  Hussein  menyatakan  pendapatnya.
               "Pimpinan revolusi kemerdekaan harus di tangan pemuda," katanya.

               Tapi hubungan Hussein dengan Diah berlangsung singkat. Besoknya Diah
               ditangkap Jepang gara-gara menuntut kemerdekaan dan menentang sikap
               lunak Soekarno-Hatta. Tahu Diah ditangkap, Hussein pulang ke Bayah.

               Di  sana  ia  terus  bergerak.  Tiga  hari  kemudian  dia  terlibat  rapat  rahasia
               dengan  para  pemuda  Banten  di  Rangkasbitung.  Pertemuan  satu  setengah
               jam  itu  digelar  di  rumah  M.  Tachril,  pegawai  Gemeenschappelijk
               Electriciteitsbedrijf Bandoeng en Omstreken-Gabungan Perusahaan Listrik
               Bandung dan Sekitarnya.

               Di  sini  Hussein  mengobarkan  pidato  yang  menggelora.  "Kita  bukan
               kolaborator!" katanya. "Kemerdekaan harus direbut kaum pemuda, jangan
               sebagai hadiah." Kekalahan Jepang, menurut dia, tinggal menunggu waktu.

               Pidato  itu  dilukiskan  Poeze  dalam  buku  terbarunya  Verguisd  en  Vergeten
               Tan Malaka, de linkse beweging en de Indonesische Revolutie, 1945-1949.
               "Sebagai  rakyat  Banten  dan  pemuda  yang  telah  siap  merdeka,  kami
               bersumpah mewujudkan proklamasi itu," kata Hussein di ujung pidatonya.

               Bila  Soekarno-Hatta  tidak  mau  menandatangani,  Hussein  memberikan
               jawaban tegas: "Saya sanggup menandatanganinya, asal seluruh rakyat dan
               bangsa Indonesia menyetujui dan mendukung saya."

               Hussein  diutus  kembali  ke  Jakarta.  Ia  diminta  menjalin  kontak  dengan
               Sukarni dan Chaerul Saleh. Peserta rapat mengantarnya ke stasiun Saketi,
               Pandeglang. Hussein naik kereta ke Jakarta.

                                                   ***


                                                    9
   6   7   8   9   10   11   12   13   14   15   16