Page 13 - TAN MALAKA- Bapak Republik Yang Di Lupakan
P. 13

berdebat    di   Rengasdengklok,    Soekarno-Hatta     bersedia   meneken
               proklamasi. Teks proklamasi disiapkan di rumah Laksamana Maeda.

               Naskah  itu  besoknya  dibacakan  di  pekarangan  rumah  Soekarno,  di
               Pegangsaan  Timur  56.  Upacara  berlangsung  singkat.  Penguasa  militer
               Jepang  melarang  berita  proklamasi  meluas  di  radio  dan  surat  kabar.  Itu
               sebabnya,  Tan  tidak  tahu  ada  proklamasi.  Ia  tahu  setelah  orang  ramai
               membicarakannya di jalan-jalan.

               Terbatasnya peran Tan itu, kata Poeze, sungguh ironis. Padahal Tan orang
               Indonesia  pertama  yang  menggagas  konsep  republik  dalam buku  Naar  de
               Republiek  Indonesia,  yang  ditulis  pada  1925.  Buku  kecil  ini  kemudian
               menjadi pegangan politik tokoh pergerakan, termasuk Soekarno.

               Dalam  buku  Riwayat  Proklamasi  Agustus  1945,  Adam  Malik  melukiskan
               peristiwa  itu  sebagai  "kepedihan  riwayat".  Sukarni  bertahun-tahun
               membaca  buku  politik  Tan.  Tapi  pada  saat  ia  membutuhkan  pikiran  dari
               orang  sekaliber  Tan,  Sukarni  sungkan  bertanya  siapa  Hussein
               sesungguhnya.  "Ia  malah  membiarkannya  pergi  jalan  kaki,  lepas  dari
               pandangan mata," kata Adam Malik.

               Tan  juga  tidak  bisa  menyembunyikan  kekecewaannya.  "Rupanya  sejarah
               proklamasi  17  Agustus  tidak  mengizinkan  saya  campur  tangan,  hanya
               mengizinkan  campur  jiwa  saja.  Ini  sangat  saya  sesalkan!  Tetapi  sejarah
               tidak  mempedulikan  penjelasan  seorang  manusia  atau  segolongan
               manusia."

                                                   ***
               Setelah  proklamasi,  Tan  berusaha  menemui  pemuda.  Tapi  mereka  terus
               bergerak di bawah tanah. Pada 25 Agustus Tan akhirnya datang ke rumah
               Ahmad  Soebardjo  di  Jalan  Cikini  Raya  82.  Keduanya  pernah  bertemu  di
               Belanda  pada  1919.  "Pembantu  kami  mengatakan  ada  tamu  ingin
               berjumpa," kata Soebardjo. Tamu itu duduk di pojok ruangan.

               Soebardjo kaget. "Wah, kau Tan Malaka," katanya. "Saya kira sudah mati."
               Tan  menjawab  sambil tertawa.  "Alang-alang  tak  akan  musnah  kalau  tidak
               dicabut  dengan  akar-akarnya."  Setelah  sempat  bersenda-gurau,  Soebardjo
               menawari Tan tinggal di paviliun rumahnya.

               Sejak itu Tan diperkenalkan kepada beberapa tokoh seperti Iwa Koesoema
               Soemantri,  Gatot  Taroenamihardjo,  Boentaran  Martoatmojo.  Ia  juga
               dipertemukan  dengan  Nishijima  Shigetada, Asisten  Laksamana  Maeda.  Di
               depan Nishijima, ia bicara tentang revolusi, struktur politik, gerakan massa,
               hingga propaganda.





                                                   11
   8   9   10   11   12   13   14   15   16   17   18