Page 15 - TAN MALAKA- Bapak Republik Yang Di Lupakan
P. 15

bertemu,  tapi  ragu  identitas  Tan.  "Apalagi  saat  itu  banyak  muncul  Tan
               Malaka palsu," kata Hadidjojo.

               Untuk  memastikan,  para  pemuda  membawa  Soediro-kenalan  Tan  di
               Semarang  pada  1922-beberapa  hari  kemudian.  Sesudah  itu  mereka
               membawa guru Halim, teman sekolah Tan di Bukittinggi. Tan juga dicecar
               soal Massa Actie karena banyak Tan Malaka palsu tidak bisa menjelaskan isi
               buku tersebut.

               Maruto bahkan menyarankan agar pemuda tidak begitu saja mempercayai
               Tan.  Ia  rupanya  mendengar  Tan  sudah  bertemu  Soekarno.  Tapi  setelah
               mendengar  kata-kata  Tan,  kaum  pemuda  yakin  tokoh  legendaris  itu  anti-
               fasis.

               Tan  juga  sepakat  dengan  aksi  pemuda  Menteng  31.  "Ia  mengusulkan
               demonstrasi yang lebih besar," kata Hadidjojo. Demonstrasi digelar untuk
               mengukur  seberapa  kuat  rakyat  mendukung  proklamasi.  Ide  ini  melecut
               pemuda  menggelar  rapat  akbar  di  Lapangan  Ikada.  "Tan  berada  di  balik
               layar," kata Poeze.

               Pemuda  mendapat  kuliah  dari  Tan  tentang  perjuangan  revolusioner.
               Persinggungan pemuda dengan Tan berlangsung antara 8 dan 15 September
               1945.  Sekelompok  pemuda,  antara  lain  Abidin  Effendi,  Hamzah  Tuppu,
               Pandu Kartawiguna, dan Syamsu Harya Udaya, diperkenalkan kepada Tan.
               Sukarni  lalu  mengirim  Hamzah,  Syamsu,  dan  Abidin  ke  Surabaya  untuk
               mengorganisasi para pelaut.

               Di  Jakarta,  kelompok  pemuda  menggelar  rapat.  Mereka  menyiapkan
               demonstrasi  pada  17  September-tepat  sebulan  setelah  proklamasi.  Tapi
               unjuk rasa diundur dua hari. Ada anekdot, tanggal itu dipilih karena para
               pemuda jengkel dimaki-maki Bung Karno bulan sebelumnya. "Bung Karno
               marah karena pemuda menggelar pawai di taman Matraman pakai obor dua
               hari setelah proklamasi," kata Hadidjojo mengutip Maruto, ayahnya.

               Pamflet  aksi  disebar  dan  ditempel  di  mana-mana.  Sukarni  keluar-masuk
               kampung,  menemui  kepala  desa,  tokoh  masyarakat,  pemuda,  hingga  kiai,
               agar datang ke Lapangan Ikada. Mahasiswa meminta Soekarno hadir juga.
               Tapi presiden pertama itu menolak.

               Pada  hari  yang  ditentukan,  massa  berbondong-bondong  datang.  Senapan
               mesin Jepang dibidikkan ke arah kerumunan. Tapi gelombang massa terus
               berdatangan.  Jumlahnya  diperkiran  200  ribu.  Di  bawah  terik,  mereka
               menunggu berjam-jam. Salah satu yang hadir almarhum Pramoedya Ananta
               Toer.  "Itulah  pertama  kali  saya  saksikan  orang  Indonesia  tidak  takut  lagi
               pada Dai Nippon," kata Pram, saat itu berusia 20.



                                                   13
   10   11   12   13   14   15   16   17   18   19   20