Page 20 - TAN MALAKA- Bapak Republik Yang Di Lupakan
P. 20

kumpulan 141 organisasi politik-Tan menentang kebijakan diplomasi yang
               dijalankan triumvirat Soekarno-Hatta-Sjahrir.

               Keteguhan Tan yang  gencar  menentang perundingan berujung  penjara.  Ia
               bersama  Sukarni,  Chaerul  Saleh,  Muhammad Yamin,  dan  Gatot Abikusno
               ditangkap di Madiun pada 17 Maret 1946. Uniknya, berita pencidukan sudah
               menyebar  di  radio  satu  hari  sebelumnya.  Mereka  dituduh  hendak
               melakukan kudeta. Mereka ditahan terpisah, dipindah dari satu penjara ke
               penjara lain.

               Namun  Yamin  dalam  buku  Sapta  Darma  menepis  latar  belakang  itu.  Ia
               mensinyalir,  penahanan  itu  atas  desakan  Sekutu  kepada  Perdana  Menteri
               Sjahrir agar perundingan berlangsung lancar. Mereka "diamankan" sebelum
               delegasi Indonesia bertolak ke Belanda. Dugaan Yamin belakangan terbukti.
               Dalam persidangan Menteri Pertahanan Amir Syarifuddin mengatakan Tan
               dan  kelompoknya  ditangkap  karena  sering  melancarkan  agitasi  yang
               mengacaukan perundingan.

               Sewaktu  Tan  di  dalam  sel  inilah  menyebar  testamen  politik  palsu.  Isinya
               menyatakan  bahwa  Soekarno-Hatta  menyerahkan  pimpinan  revolusi
               kepada  Tan  Malaka  seorang.  Hatta  menuding  Chaerul  Saleh  otak  dari
               kebohongan  itu.  Gara-gara  itu,  Hatta  berniat  mencabut  keputusan
               pemberian testamen, tapi batal.

               Dari  penjara,  Tan  berhasil  menyelundupkan  amplop  berisi  testamen  asli
               dan naskah proklamasi lewat kurir. "Amplop itu diterima ayah saya," kata
               Hadidjojo.  Maruto  saat  itu  duduk  di  Badan  Pekerja  Komite  Nasional
               Indonesia Pusat di Yogyakarta.

               Setelah dua tahun ia ditahan, kejaksaan baru menjatuhkan dakwaan. Tapi
               bukan atas tuduhan kudeta, melainkan menggerakkan barisan oposisi ilegal.
               Tan dan Sukarni dibebaskan pada September 1948 dari penjara Magelang,
               Jawa Tengah.

               Setelah  Tan  bebas,  Maruto  mengembalikan  testamen  dan  naskah
               proklamasi  kepadanya.  Ia  juga  mengatur  pertemuan  antara  Tan  dan
               Jenderal  Soedirman  di Yogyakarta.  Kepada  Pak  Dirman,  Tan  mengatakan
               akan  bergerilya  ke  Jawa  Timur  sekitar  November  1948.  Soedirman  lalu
               memberinya surat pengantar dan satu regu pengawal.

               Surat  dari  Soedirman  itu  diserahkan  ke  Panglima  Divisi  Jawa  Timur
               Jenderal Sungkono. Oleh Sungkono, Tan dianjurkan bergerak ke Kepanjen,
               Malang  Selatan.  Tapi  ia  memutuskan  pergi  ke  Kediri.  Di  sinilah,  kata
               sejarawan  Belanda  Harry  Albert  Poeze,  Tan  dieksekusi  pada  21  Februari
               1949.



                                                   18
   15   16   17   18   19   20   21   22   23   24   25