Page 24 - TAN MALAKA- Bapak Republik Yang Di Lupakan
P. 24

Jika  mendengar  kabar  mata-mata  musuh  mencari,  Tan  segera
               bersembunyi  di  perbukitan.  Martini  lihai  merahasiakannya.  "Kalau
               Tan  lari  ke  selatan,  ibu  saya  bilang  larinya  ke  utara,"  kata  Perintis.
               Rumah Slamet dijaga Nero, anjing peliharaan. Ada juga kolam ikan.
               Di  sini  ada  ikan  yang  dinamai  Yopi.  "Jika  tangan  Tan  menaburkan
               pakan, Yopi langsung menyaut," kata Perintis, mengingat kisah dari
               ibunya. Martini, yang kelahiran Purwokerto, 5 Oktober 1920, adalah
               aktivis perempuan Muhammadiyah, Aisyiah. Ia meninggal November
               tahun lalu.

               Rumah  Slamet  sejak  1977  menjadi  gedung  Koperasi  Unit  Desa
               Patikraja.  Memang,  ia  telah  mengosongkan  rumah  itu  seusai  Agresi
               Belanda II pada Desember 1948. Ia membangun rumah di atas tanah
               milik    sendiri,   satu    kilometer    dari   rumah      lama.   Slamet
               mengembalikan  rumah  lama  kepada  negara.  Sejak  itu  rumah  tidak
               dirawat.  Kayu  lapuk  dan  tembok  ambrol.  Kini,  di  atasnya  berdiri
               bangunan baru sejumlah rumah. Bekas Stasiun Kedungrandu dibeli Si
               Kuan, pengusaha setempat, untuk penggilingan padi, yang hingga kini
               bertahan.

               Di rumah baru, Slamet membuka usaha furnitur. Martini menekuni
               industri  rumah  kain  batik.  Slamet  menempati  rumah  ini  hingga  ia
               meninggal  4  September  1966.  Jenazahnya  dimakamkan  di  Taman
               Makam  Pahlawan  Tanjung  Nirwana,  Purwokerto,  sebagai  perintis
               kemerdekaan.  Kini,  meja  dan  kursi  tempat  Tan  berdiskusi  dengan
               Soedirman sambil makan masih terawat. Meja kayu jati bulat telur itu
               semula hitam. Pelitur ulang mengubahnya menjadi cokelat.

               Gedung  pertemuan  tempat  Kongres  Persatuan  Perjuangan  di
               Purwokerto  itu  sejak  1964  hingga  kini  menjadi  gedung  Radio
               Republik  Indonesia  di  Jalan  Jenderal  Soedirman.  Menurut  Soegeng
               Wijono,  70  tahun,  ahli  sejarah  ekonomi  Purwokerto,  gedung  itu
               beberapa kali berubah nama. Pada zaman Belanda bernama Societeit.
               Jepang masuk berganti nama Gedung Asia Bersatu. Setelah Republik
               berdiri,  disebut  Balai  Prajurit.  "Tapi  orang-orang  tua  lebih  suka
               menyebutnya Societeit," kata Soegeng.

               Untuk menuju Societeit, tempat kongres, Tan berangkat dari rumah
               Slamet  menggunakan  mobil  yang  ia  bawa  dari  Yogyakarta.  Banyak
               peserta  kongres  belum  mengenal  Tan.  Koran  Kedaulatan  Rakyat
               Yogyakarta  terbitan  6  Januari  1946,  seperti  ditulis  Harry  A.  Poeze





                                                   22
   19   20   21   22   23   24   25   26   27   28   29