Page 29 - TAN MALAKA- Bapak Republik Yang Di Lupakan
P. 29

independence (kemerdekaan segera, tanpa syarat, dan penuh). Kekecewaan
               ini  sedikit  terobati  ketika  Soekarno-Hatta  atas  desakan  pemuda
               revolusioner membuat proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus
               1945.

               Salah satu karya Tan Malaka yang boleh dianggap sebagai opus magnum-
               nya adalah buku Madilog, yang ditulis selama delapan bulan dengan rata-
               rata  tiga  jam  penulisan  setiap  hari  di  persembunyiannya  dekat  Cililitan.
               Buku itu menguraikan tiga soal yang menjadi pokok pemikirannya selama
               tahun-tahun  pembuangan,  dengan  bahan-bahan  studi  yang  dikumpulkan
               sedikit demi sedikit, tapi sebagian besar harus dibuang untuk menghindari
               pemeriksaan  Jepang.  Naskah  buku  ini  praktis  ditulis  hanya  berdasarkan
               ingatan setelah bacaan dihafal di luar kepala dengan teknik pons asinorum
               (jembatan keledai).

               Ketiga  soal  itu  adalah  materialisme,  dialektika,  dan  logika.  Materialisme
               diperkenalkannya  sebagai  paham  tentang  materi  sebagai  dasar  terakhir
               alam  semesta.  Logika  dibutuhkan  untuk  menetapkan  sifat-sifat  materi
               berdasarkan  prinsip  identitas  atau  prinsip  nonkontradiksi.  Prinsip  logika
               berbunyi:  A  tidak  mungkin  sama  dengan  yang  bukan  A.  Atau  dalam
               rumusan  lain:  a  thing  is  not  its  opposite.  Sebaliknya,  dialektika
               menunjukkan peralihan dari satu identitas ke identitas lain. Air adalah air
               dan  bukan  uap.  Tapi  dialektika  menunjukkan  perubahan  air  menjadi  uap
               setelah dipanaskan hingga 100 derajat Celsius.

               Madilog adalah penerapan filsafat Marxisme-Leninisme. Tesis utama filsafat
               ini  berbunyi:  bukan  ide  yang  menentukan  keadaan  masyarakat  dan
               kedudukan  seseorang  dalam  masyarakat,  melainkan  sebaliknya,  keadaan
               masyarakatlah  yang  menentukan  ide.  Kalau  kita  mengamati  hidup  dan
               perjuangan  Tan  Malaka,  jelas  sekali  bahwa  sedari  awal  dia  hidup  untuk
               merevolusionerkan  kaum  Murba,  agar  menjadi  kekuatan  massa  dalam
               merebut kemerdekaan politik. Dia bergabung dengan Komintern di Moskow
               dan Kanton karena setuju dengan tesis Komintern bahwa partai komunis di
               negara-negara  jajahan  harus  mendukung  gerakan  nasionalis  untuk
               menentang imperialisme.

               Semenjak masa mudanya di Negeri Belanda, Tan Malaka sudah terpesona
               oleh  Marxisme-Leninisme.  Paham  inilah  yang  menyebabkan  dia
               dipenjarakan  berkali-kali  dan  dibuang  ke  luar  negeri.  Ini  berarti  bukan
               penjara  dan  pembuangan  itu  yang  menjadikan  dia  seorang  Marxis,
               melainkan sikap dan pendiriannya yang Marxislah yang menyebabkan dia
               dipenjarakan  dan  dibuang.  Selain  itu,  dia  pertama-tama  tidak  berjuang
               untuk  kemenangan  partai  komunis  di  seluruh  dunia,  tapi  untuk
               kemerdekaan tanah airnya.

               Dengan  demikian,  hidup  Tan  Malaka  menjadi  falsifikasi  radikal  terhadap
               gagasan Madilog yang dikembangkannya. Paradoksnya: dia seorang Marxis
               tulen  dalam  pemikiran,  tapi  nasionalis  yang  tuntas  dalam  semua
               tindakannya. Kita ingat kata-katanya kepada pemerintah Belanda sebelum

                                                   27
   24   25   26   27   28   29   30   31   32   33   34