Page 25 - TAN MALAKA- Bapak Republik Yang Di Lupakan
P. 25

dalam  bukunya,  menggambarkan  peserta  rapat  terdiam  menahan
               napas menyambut Tan naik podium.

               Koran Indonesia saat itu umumnya terbit hanya dua halaman. Jarang
               sekali  koran  menulis  gambaran  suasana.  Kedaulatan  Rakyat
               melaporkan:

               Umur  beliau  lebih  dari  50  tahun.  Tetapi  kelihatannya  lebih  muda.
               Badan beliau tegap, sehat, kuat, muka tampak segar. Mata agak kecil
               tapi  tajam.  Melihat  kerut-kerut  wajah  beliau,  maka  kelihatanlah
               dengan  nyata  karakter  beliau  yang  kukuh,  kuat,  dan  berdisiplin.
               Pakaian  sederhana.  Berkemeja  dan  bercelana  pendek  dan  berkaos
               kaki panjang.

               Nuansa ketidakpuasan menyelimuti kongres. Para peserta tak sepakat
               dengan  langkah  diplomasi  Soekarno-Hatta  dan  Perdana  Menteri
               Sjahrir.  Tan  geram  dengan  para  pemimpin  yang  tak  bereaksi  atas
               masuknya Sekutu ke Indonesia.

               Tan  mengajukan  tujuh  pasal  program  minimum:  berunding  untuk
               mendapatkan  pengakuan  kemerdekaan  100  persen,  membentuk
               pemerintah  rakyat,  membentuk  tentara  rakyat,  melucuti  tentara
               Jepang,  mengurus  tawanan  bangsa  Eropa,  menyita  perkebunan
               musuh, dan menyita pabrik musuh untuk dikelola sendiri.

               Menurut Tan, kemerdekaan 100 persen merupakan tuntutan mutlak.
               Sesudah  musuh  meninggalkan  Indonesia,  barulah  diplomasi
               dimungkinkan.  Tan  bertamsil:  orang  tak  akan  berunding  dengan
               maling di rumahnya. "Selama masih ada satu orang musuh di Tanah
               Air, satu kapal musuh di pantai, kita harus tetap lawan," katanya.

               Jenderal Soedirman tak kalah garang. Ia berpidato di kongres: "Lebih
               baik  di  atom  (dibom  atom)  daripada  merdeka  kurang  dari  100
               persen."  Para  peserta  kongres  akhirnya  sepakat  membentuk
               Persatuan Perjuangan.

               Persatuan  kemudian  dideklarasikan  di  Balai  Agung,  Solo,  pada  15
               Januari 1946. Kongres Solo disebut Kongres I Persatuan Perjuangan.
               Dibuka  pukul  10  pagi,  kongres  ini  dihadiri  141  organisasi.  Panitia
               mengundang Presiden Soekarno, Wakil Presiden Mohammad Hatta,
               dan  anggota  kabinet.  Tapi,  yang  datang  hanya  Menteri  Luar  Negeri
               Ahmad  Soebardjo,  Jaksa  Agung  Gatot  Taroenamihardjo,  dan



                                                   23
   20   21   22   23   24   25   26   27   28   29   30