Page 22 - TAN MALAKA- Bapak Republik Yang Di Lupakan
P. 22
a
a
n
a
l
l
d
n
g
g
a
t
a
a
a
a
t
N
y
y
N
S
o
c
i
i
e
i
t
i
e
t
a
B
d
i
i
l
l
a
B
a
a
M
Si Mata Nyalang di Balai SocieteitSocieteit
i
Si Mata Nyalang di Balai Societeit
S S
M
i
PURWOKERTO, kota kecil di selatan Jawa Tengah, menyala-nyala.
Bintang Merah, bendera Murba, berderet-deret setengah kilometer
dari alun-alun kota hingga Societeit, balai pertemuan merangkap
gedung bioskop. Tiga ratusan orang memenuhi bangunan itu. Mereka
wakil dari 141 organisasi politik, organisasi kemasyarakatan, dan
laskar.
Nirwan, guru Sekolah Rakyat dan aktivis Murba, mengingat petang
itu, 4 Januari 1946, tepat seratus hari pasukan Sekutu mendarat di
Jawa. "Orang berduyun-duyun ke kota ingin menyaksikan tamu yang
datang," ujar pria yang saat itu berusia 16 tersebut.
Rapat politik itu dihadiri antara lain para pemimpin pusat Partai
Sosialis, Partai Komunis Indonesia, Majelis Syuro Muslimin
Indonesia (Masyumi), Partai Buruh Indonesia, Hizbullah, Gerakan
Pemuda Islam Indonesia, Kebaktian Rakyat Indonesia Sulawesi, dan
Persatuan Wanita Indonesia. Rakyat jelata berjejal-jejal. Mereka
antusias, karena Panglima Besar Jenderal Soedirman juga di tengah-
tengah mereka.
Nirwan menuturkan peserta rapat tiba dengan kereta api. Mereka
yang tiba dari Purbalingga, Wonosobo, Semarang, Yogyakarta, dan
Solo turun di Stasiun Timur. Adapun peserta dari Jawa Barat turun di
Stasiun Raya, kini stasiun di kota itu. Para kader Murba dari daerah
dengan sukarela menyumbang pelbagai barang: sekadar beras atau
gula merah. Tak hanya untuk konsumsi rapat, barang-barang yang
terkumpul dijual untuk keperluan lain.
Murba ketika itu belum menjadi partai, melainkan gerakan rakyat
jelata. Tan Malaka menggagasnya buat melawan kapitalisme dan
penjajahan serta untuk menggapai kesejahteraan. Purwokerto
dianggap merupakan basis kuat, karena itu Tan memilihnya untuk
tempat kongres para pemimpin berbagai organisasi.
Di kota ini, Tan bersahabat kental dengan Slamet Gandhiwijaya.
Tokoh Murba Purwokerto ini menjadi penyandang dana terbesar.
Dari Slamet pula Nirwan mengenal sosok Tan Malaka. "Slamet
menjual sawah untuk biaya kongres," kata Nirwan, yang menjadi
Ketua Agitasi dan Propaganda setelah Tan mendeklarasikan Partai
Murba pada November 1948.
20