Page 44 - untitled137.tif
P. 44

37


        duluan!  Aku  akan  membetulkan  dulu  bendungannya,"  seru
        Bapak Elom.
             "He-eh, jangan  lupa  bawa  empat  induknya,  sebagian
        kubawa  sekarang.  Yang  warna  hijau,  ya,  supaya  pelem!"
        saran Ambu  Elom.
             Setelah  itu,  Bapak  Elom  mengambil  induk  hijau  se-
        banyak  empat  ekor,  lalu  diikatnya  dan  ditenteng  si  Kurnia.
        Begitu tiba di rumah, ikan itu terus dimasak. Yang  dua ekor
       dipepes, yang dua ekor lagi  buat oleh-oleh Kiai.
             Tak lama,  muncullah  Bapak Elom,  serta terus  menya-
        lami Kiai.
             Kata  Kiai,  "Sebabnya  Akang  datang  ke  sini  ... ,  satu
       perkara sudah rindu, sudah lama tak ketemu. Perkara kedua,
       ingin  tahu  keadaan  anak  bungsu  kalian.  Bagaimana  sudah
       disekolahkan belum?"
             Bapak Elom menjawab, "Justru itu ... , sudah sih sudah
       disekolahkan, tapi tidak beres. Hanya kuat seminggu, keburu
       sakit panas.  Setelah  sakit,  ia tak mau  lagi  sekolah.  Dipaksa
       diapa-apakan  pun  tetap  tak  mau,  Malah  sampai  dikerasi,
       akhirnya  timbul  kasihan.  Teringat  Neng  Elom  almarhum.
       Jangan-jangan. akan  berumur pendek pula.  ltulah  sebabnya
       anak itu, saya keluarkan dari sekolahnya."
             "Lha-lha-lha,  salah  besar  Akang,  takut  sama  umur.
       Akang seperti tak percaya pada Yang Mahasuci. Kan ajal itu
       tak  dapat  ditolak.  Sekalipun  Tuan  Dokter  ahlinya  macam-
       macam  penyakit,  kalau  sudah  saatnya,  tetap  saja  tewas.
       Kanjeng  Nabi  sendiri  bisa tewas.
             Heh, Akang!  Apa  pun  yang  tergelar di  dunia  ini  akan
       mengalami  kematian,  kena  rusak,  tak  ada  yang  abadi,  tak
       ada  yang  langgeng.  Hanyalah  Tuhan  Yang  Mahasuci  yang
   39   40   41   42   43   44   45   46   47   48   49