Page 93 - TAN MALAKA- Bapak Republik Yang Di Lupakan
P. 93

g


                           n
                           n
                            g
                                e
                                 r
                                  r
                              B
                              B
                                e
                          a


                     M
                  i
                   o
                   o
                        n
                        n
                          a
                     M
                        i
                        i
                                            J
                                            J
                                             a
                                           g


                                               a
                                               a
                                                n
                                             a
                                              l
                                              l
                                          g
                                   i
                                    m
                                    m
                                  s
                                  s
                                   i
                                        a
                                         n
                                         n
                                      p
                                      p
                                        a
                  i
               T T
               Trio Minang Bersimpang Jalan
               Trio Minang Bersimpang Jalann
                 r
                 r


               OBROLAN tiga anak muda di rumah Darsono, tokoh komunis Indonesia, di
               Berlin,  Jerman,  pada  pertengahan  Juli  1922  itu  berlangsung  gayeng.
               Mohammad  Hatta  sengaja  datang  dari  Belanda.  Tan  Malaka  juga.  Tan
               berapi-api menjelaskan komunisme yang dasarnya demokrasi tulen.

               "Bukankah  komunisme  itu  mengesahkan  diktator,  Bung?  Karl  Marx
               menyebut diktator proletariat," Hatta, 20 tahun, menyela.

               "Itu  hanya  ada  pada  masa  peralihan,"  Tan  menukas.  Dia  melanjutkan,
               "Peralihan kekuasaan kapitalis ke tangan masyarakat. Kaum buruh merintis
               jalan  ke  arah  sosialisme  dan  komunisme  yang  terselenggara  untuk  orang
               banyak  di bawah pimpinan badan-badan  masyarakat.  Jadi bukan  diktator
               orang-seorang."

               Hatta menceritakan kembali percakapan itu dalam Memoir (1979). Dalam
               buku  itu  Hatta  setuju  pada  pandangan  Tan,  yang  lebih  tua  tujuh  tahun.
               Bahkan ia mengomentarinya: jika begitu Tan pasti tak setuju dengan cara
               otoriter  Joseph  Stalin  memimpin  Rusia.  Tapi,  kepada  Z.  Yasni  yang
               mewawancarainya  pada  1977,  Hatta  mengatakan  bahwa  dalam  diktator
               proletariat yang berkuasa tetaplah para pemimpinnya.

               Dan itulah perseteruan ideologis duo Minang ini. Hatta sangat menentang
               komunisme.  Ia  menganjurkan  koperasi  dalam  menegakkan  ekonomi
               Indonesia.  Sebaliknya,  Tan  percaya,  jika  digabung,  Pan-Islamisme  dan
               komunisme bisa menjadikan Indonesia digdaya.

               Menurut  Anwar  Bey,  bekas  wartawan  Antara  yang  menjadi  sekretaris
               pribadi  Adam  Malik,  Hatta  dan  Tan  sudah  seperti  musuh.  Kepada  Bey,
               Hatta buka  kartu  kenapa  ia  selalu  curiga dan  menentang  Tan.  "Dia  selalu
               menganggap kami (Soekarno-Hatta) anak ingusan," katanya.

               Hatta,  kata  Bey,  sebetulnya  sudah  tak  senang  kepada  Tan  sejak  di
               Amsterdam.  Pada 1927, setahun setelah  "pemberontakan"  Partai  Komunis
               Indonesia  yang  gagal,  Hatta  meminta  tokoh-tokoh  komunis  menyerahkan
               pimpinan revolusi kepada tokoh nasionalis. Berbeda dengan Semaun, Ketua
               PKI, yang langsung teken ketika disodori deklarasi itu, Tan menolak.

               Penolakan itulah yang ditafsirkan Hatta sewaktu berbicara dengan Soekarno
               dan didengar Anwar Bey, sebagai sikap sentimen Tan kepadanya. "Padahal,
               Tan  Malaka  hanyalah  berpandangan  bahwa  pemimpin  revolusi  tak  boleh
               dipegang orang selain komunis," kata Bey.

                                                   91
   88   89   90   91   92   93   94   95   96   97