Page 91 - TAN MALAKA- Bapak Republik Yang Di Lupakan
P. 91

Tan Malaka mendirikan Partai Republik Indonesia (Pari) di Bangkok pada 1
               Juni  1927.  Walaupun  bukan  partai  massa,  organisasi  ini  hidup  selama
               sepuluh  tahun  pada  saat  partai-partai  nasionalis  di  Tanah  Air  lahir  dan
               mati.  Pari  dianggap  berbahaya  oleh  intel  Belanda,  dan  para  aktivisnya
               diburu.  Kemudian  tibalah  saatnya  Tan  Malaka  berselisih  jalan  dengan
               Komunis  Internasional  (Komintern).  Bagi  Komintern,  Pan-Islamisme
               sebuah bentuk imperialisme, padahal gerakan ini menentang imperialisme,
               kata Tan Malaka.

               Setelah melanglang buana dua dekade, pascakemerdekaan, perjuangan Tan
               Malaka mengalami pasang naik dan pasang-surut. Ia memperoleh testamen
               Bung  Karno  untuk  menggantikan  bila  yang  bersangkutan  tidak  dapat
               menjalankan  tugas.  Namun  sejak  1946  Tan  Malaka  menentang  diplomasi
               yang merugikan Indonesia. Sebagai pemimpin Persatuan Perjuangan yang
               terdiri dari 142 organisasi sosial politik, ia menuntut agar perundingan baru
               dilakukan  bila  Belanda  mengakui  kemerdekaan  Indonesia  100  persen.
               Posisi  ini  membuat  Tan  Malaka  berhadapan  diametral  dengan  Perdana
               Menteri  Sjahrir  sehingga  di  kalangan  sosialis  pun  narasi  tentang  Tan
               Malaka bernada negatif (lihat Kilas Balik Revolusi, karya A.B. Lubis, 1992).

               Bila Tan Malaka dikategorikan sebagai penganut Trotsky, apakah Persatuan
               Perjuangan  itu  merupakan  front  bersatu  untuk  revolusi  permanen?
               Tampaknya  tidak.  Motivasi  organisasi-organisasi  itu  hanyalah  menolak
               dominasi Partai Sosialis dalam kabinet. Setelah tawar-menawar kekuasaan
               gagal, Persatuan Perjuangan menjadi raksasa berkaki tanah liat. Tan Malaka
               ditangkap  pada  Maret  1946  dan  tetap  ditahan  sampai  September  1948.
               Ironis,  ia  dipenjarakan  di  dalam  negeri  dua  setengah  tahun-lebih  lama
               daripada waktu ditahan pihak Belanda, Inggris, Amerika, dalam pergerakan
               selama puluhan tahun pada era kolonial. Dalam situasi krusial, Tan Malaka
               tidak bisa mempengaruhi jalannya revolusi. Pengikutnya juga banyak yang
               ditahan, terutama setelah peristiwa 3 Juli 1946.

               Soekarno  mengakuinya  sebagai  seorang  guru,  dalam  hal  pengetahuan
               revolusioner dan pengalaman. Entah kebetulan atau kurang beruntung, Tan
               Malaka  yang  sudah  berjuang  puluhan  tahun  di  mancanegara  tidak  punya
               peran sama sekali saat proklamasi. Posisi terhormat itu ditempati Soekarno-
               Hatta.  Meski  Harry  Poeze  punya  dokumentasi  yang  menunjukkan  bahwa
               Tan  Malaka  berada  di  belakang  gerakan  pemuda,  seraya  memobilisasi
               massa  mengikuti  rapat  akbar  di  Ikada  pada  19  September  1945.  Ada
               beberapa foto yang membuktikan kehadiran Tan Malaka di lapangan Ikada,
               Jakarta.  Di  dalam  foto  Tan  tampak  berjalan  seiring  dengan  Bung  Karno
               (tinggi  mereka  berbeda,  Soekarno  172  sentimeter  sedangkan  Tan  Malaka
               165 sentimeter).

               Soekarno memanifestasikan kekagumannya pada Tan Malaka dalam sebuah
               Testamen Politik yang isinya kemudian diperlemah oleh Hatta. Tetapi Tan


                                                   89
   86   87   88   89   90   91   92   93   94   95   96