Page 86 - TAN MALAKA- Bapak Republik Yang Di Lupakan
P. 86

pun  mengatakan,  "Belum  sampai  waktunya  saya  untuk  keluar  berterang-
               terangan memimpin sesuatu partai pula."

               Pengalaman  hidup  puluhan  tahun  diburu  agen  rahasia  negeri-negeri
               imperialis  membuatnya,  "Jadi  orang  yang  selalu  waspada  dan  tertutup,"
               kata penulis biografi Tan Malaka, Harry A. Poeze. Dan ia lebih berhati-hati
               dalam bertindak untuk mewujudkan (mengutip Ben Anderson) "khayalan-
               khayalan tertentu... dalam proses revolusi yang sedang berkembang itu".

               Tan Malaka "bergairah" kembali ketika menyaksikan heroisme para pemuda
               dalam  pertempuran  Surabaya.  Semangat  itulah  yang  dilihatnya  sebagai
               modal  untuk  menjalankan  revolusi  total  menuju  kemerdekaan  seratus
               persen  dengan  kekuatan  aksi  massa.  Dalam  brosur  Moeslihat  yang  ditulis
               tiga  minggu  setelah  pertempuran,  ia  mengajak  semua  pihak  bersatu
               melawan serangan musuh dari luar, membentuk laskar rakyat, membagikan
               tanah kepada rakyat jelata, memperjuangkan hak buruh dalam mengontrol
               produksi, membuat rencana ekonomi perang, dan melucuti senjata Jepang.
               Kepemimpinan yang kuat dan organisasi perjuangan yang solid adalah dua
               hal yang, menurut dia, sangat dibutuhkan rakyat Indonesia.

               Gagasan-gagasan Tan Malaka mengundang simpati beberapa kelompok dari
               berbagai  aliran  yang  kecewa  terhadap  kinerja  kabinet  Sjahrir.  Pada  3
               Januari  1946,  untuk  pertama  kalinya  sejak  meninggalkan  Indonesia  pada
               1922,  Tan  Malaka  menjadi  pembicara  utama  dalam  sebuah  kongres  besar
               Persatuan  Perjuangan  yang  menaungi  141  organisasi  perjuangan.  Melalui
               Persatuan  Perjuangan,  Tan  Malaka  berhasil  menyatukan  sejumlah  besar
               golongan  yang  berbeda  keyakinan,  taktik,  dan  garis  politik.  Dalam  waktu
               singkat, Persatuan Perjuangan berhasil menjadi kelompok oposisi terkuat.

               Program  minimum yang  dikemukakan  Tan  Malaka  pada  kongres pertama
               Persatuan  Perjuangan  mencakup  tujuh  inti  pokok,  antara  lain  berunding
               atas pengakuan kemerdekaan 100 persen, melucuti tentara Jepang, menyita
               aset  perkebunan  milik  Belanda,  dan  menasionalisasi  industri  milik  asing
               yang beroperasi di Indonesia. Tujuh inti pokok adalah respons Tan Malaka
               terhadap  kinerja  Sjahrir  yang  terkenal  akomodatif  terhadap  keinginan
               Belanda.

               Tan Malaka terombang-ambing di antara permainan politik penguasa dan
               oportunisme politik yang menghinggapi sebagian besar pengikut Persatuan
               Perjuangan.  Ia  tak  sempat  mendidik  kader-kadernya  sendiri  untuk
               berkomitmen tinggi pada perjuangan sebagai akibat terlalu lama berada di
               pengasingan. Sekelompok kecil anak muda di sekelilingnya lebih cenderung
               menampakkan  diri  sebagai  simpatisan  daripada  memenuhi  syarat  untuk
               disebut sebagai kader.





                                                   84
   81   82   83   84   85   86   87   88   89   90   91