Page 18 - untitled137.tif
P. 18

11

       lagi,  kue-kue  begitu  enaknya  dikatakan  sekadarnya?  Ayo,
       mari  semuanya!  Nyam-nyam-nyam  ... ,"  kata  Bang  Emad
       sambil mengunyah kue.
             Begitu  mata  Ambu  Elom  melirik  ke  arah  kaki  lampu
       minyak,  ia tercengang melihat uang ratusan ribu bertumpuk.
             "Bapak!  Uang apa ini banyak-banyak?" tanyanya kaget
       kepada  suaminya.
             Kemudian,  suaminya  menceritakan  dari  awal  sampai
       akhir maksud Kang  Emad datang melamarkan putri  mereka
       untuk Haji Said. Ambu Elom tidak banyak berbicara, ia hanya
       berkata,  "Heh,  soal itu  sih tak bisa  mendahului si  Eneng!"
             Neng  Elom  yang  menguping  dibalik dinding,  kesadar-
       annya  terasa  kabur,  saking  tak  mau  dikawinkan  kepada
       kakek-kakek,  serta dimadu lagi.
            Sementara itu,  tamu terus berbicara hal lain.  Berbicara
       ke sana kemari, diselingi tawa-tawa kegelian bila ada hal-hal
       lucu dalam obrolan  itu.
            Teng  ...  teng  ...  teng.  Sembilan  kali  suara  penanda
       waktu  di  jam  tua  Pak  Elom  menjadi  pemicu  Kang  Emad
       untuk memastikan  usahanya datang ke  rumah  Pak Elom.
            "Eeh,  ternyata  sudah  malam.  Sekarang,  Akang  ingin
       dengar dari  lisan  si  Eneng  sendiri,  coba  bawa  dia  ke  sini,"
       kata  Kang  Emad  sambil  memerintahkan Neng  Elom dibawa
       ke  hadapannya.
             Di  hadapan tamu,  gadis itu tak pernah menjawab apa-
       apa. Hanya matanya tiba-tiba sembab dan mengeluarkan air
       mata. Pak Elom  lalu  berkata.
            "Eh,  Nyai,  sekarang  sudah  sampai  pada  nasib  kamu.
       Sudah  saatnya,  Nyai  dinikahi  oleh  Juragan  Haji  Said  orang
       kaya dari Cimaung itu.  Bapa dan Ambu sangat setuju karena
   13   14   15   16   17   18   19   20   21   22   23