Page 25 - untitled137.tif
P. 25
18
"Coba, bicara terus terang saja, apa yang jadi gara-
garanya sehingga kamu begitu. Walaupun disembunyikan,
wajah orang yang punya masalah sih, tetap kelihatan," kata
Jang Onon.
Maka berceritalah Neng Elom tentang kunjungan tamu
yang datang malam itu ke rumahnya.
"Sekarang, saya terpaksa berterus terang," katanya
memulai. Pad a tanggal 1 0 bulan Hapit, bada I sa, datang
tamu ke rumah. Maksudnya mau ketemu Bapak. Saat itu,
Ema, Bapak, dan saya semuanya ada di rumah. Tamu itu
suruhan Haji Said yang berniat melamar saya dengan
membawa uang Rp1 0 juta untuk pengikat. Ringkasnya, Emak
dan Bapak menerima. Malah kemarin dulu, suruhan Haji Said
datang lagi masuk memastikan bahwa hari kawin tanggal 12
bulan Rayagung.
Ketika Bapak bertanya tentang kesediaan saya, saya
tak bisa bicara. Bibir rasanya tak bisa digerakkan, mulut
serasa dibungkam. Hanya air mata yang keh;ar. Begitu orang
suruhan itu melihat saya mengeluarkan air mata, dia bilang
sama Bapak, 'Ah, biar saja enggak usah ditanya panjang-
panjang, maklum anak perawan, masih malu. Kan kelihatan
kalau dirinya mau, saking gembiranya, sampai bercucuran air
matanya.' Hih, dia tega benar menyimpulkan demikian. Dia
benar-benar keterlaluan. Apakah dia tidak tahu, perempuan
juga manusia? Apakah dia tidak tahu, perempuan juga
merasakan senang dan susah. Jadi, kapan saatnya, derajat
perempuan bisa sama dengan laki-laki? Yaaa ... , jangan
diinjak-injak begitu lah! Sampai dianggap seperti makhluk
yang tidak punya perasaan!"
Setelah itu, ia pun menangis.