Page 29 - untitled137.tif
P. 29
22
"lya ... itu, ulu hati pedih," jawab Bapak Elom.
Haji Said melanjutkan dengan lebih serius, "Saya
datang kemari ini, ada maksud dan tujuan. Yang pertama,
turut berduka cita atas kematian Neng Elom. Kedua ... , saya
akan mengambil kembali uang yang Rp10 juta .... ?"
Bapak Elom, "Uang apa itu, Pak Haji?"
"Uang pengikat itu? Nah, si Emad inilah yang dulu
membawanya. Sebab, menurut kepantasan di mana pun,
kalau Sqlah satu pihak terkena musibah, perjanjian akan
batal. Dengan tlmbulnya masalah itu, uang yang Rp10 juta
itu harus kembali. Malah, saya sudah sangat adil, uang itu
tidak kena rente. Hal itu, hitung-hitung sumbangan kematian.
Coba hitung saja oleh Pak Ekom, nilai uang dalam satu
bulam itu kan 10 persen?" kata Haji Said.
Pak Elom, saat mendengar kata-kata menyakitkan dari
Pak Haji, tamunya, tanpa berbasa-basi, uang itu dikembali-
kan.
Setelah itu, Haji Said dengan Bang Emad pulang.
Di sekitar Tegallega, sewaktu Jang Onon jalan sore-
sore dengan kawannya, ia bertemu dengan Asmawi, suami-
nya bibi Elom si tukang warung es.
"Selamat berjumpa Mang! Mau nonton apa gerangan?
Jalan-jalan santai, ya?" tanya Jang Onon.
"Dari belanja. Emh, kebetulan! Begini ... , supaya tahu
saja, Neng Elom kemarin dulu meninggal dunia. Mulanya sih,
ingin men-gabari ke rumah Encep, tapi enggak sempat,"
jawab Asmawi.
Jang Onon kaget setengah mati, "Meninggal? kena
apa?"
"Terserang maag. Sakit ulu hati," jawab Asmawi.