Page 53 - untitled137.tif
P. 53

46

       hidungnya. Masih untung, mengingat bukan bacokan. Semula
       si  Santa  ingin  mengaduh,  tapi dia  sadar,  takut kena  sangka
       bahwa dirinyalah yang akan maling. Akhirnya, ia terus meng-
       gendong si  Kurnia.
             Waktu subuh, para santri sudah bangun untuk sembah-
       yang Subuh. Saat itu,  Kiai  lagi tak ada di pondok, melainkan
       sedang  bepergian. Yang akan menjadi imam adalah Ki  lbra.
       Entah  mengapa,  dinginnya  subuh  itu  benar-benar  terasa
       menusuk  kulit.  Jadi  tak  ada  santri  yang  mandi,  melainkan
       sekadar  cuci  muka  dan  wudhu  saja.  Setelah  selesai  ber-
       wudhu, lalu sembahyang berjamaah. Setelah salat rampung,
       santri-santri  terkejut  melihat  muka  Ki  lbra  yang  s.aat  itu
       terlihat kotor corat-coret. Kata seorang santri, "Kang, kenapa
       tuh  ada  kumis  bertamu?"
             "Kumis apa sih?" tanya  lbra.
             Setelah  itu, terjadilah  saling  tunjuk, saling  ejek,  sambil
       tertawa-tawa. Sebagian ada  yang  merengut marah. Mereka
       baru  tahu  bahwa  masing-masing  pun  mukanya  bercurat-
       coret.
             "Takkan  salah,  pasti  ini  perbuatan  si  Santa,"  kata  si
       Tayib, "Mari  kita  datangi  kamarnya, pasti  ini  perbuatan dia.
       Buktinya,  ia  dan Kurnia  sekarang tak ikut sembahyang."
             Di  pondoknya  si  Santa  sedang  memijiti  ulu  hati  si
       Kurnia.
            "Hei  Santa!  Ngaku!  Kamu  yang  jahil  ini  ya?"  tanya  Ki
       lbra sambil menunjuk muka sendiri.
            "Cabok saja! Jangan di lama-lama," teriak yang lainnya.
            "Walah-walah, sabar dikit dong. Sebenarnya  ada  apa-
       kah  gerangan,  kelihatannya  terburu-buru  benar?  Lagi  pula
       muka dicorat-coret begitu, kenapa? Mau main drama?" tanya
   48   49   50   51   52   53   54   55   56   57   58