Page 57 - untitled137.tif
P. 57

50


             "Kenapa?  Kok  kelihatannya  seperti  yang  keracunan
       jengkol saja? Tampak kurang segar. Kalau mau segar harus
       punya pacar?! Kan banyak gad is yang cakep-cakep. Ada Nyi
       lson  anaknya Kang Tahir,  cantik sekali," tanya Wasita.
             "Ah,  Mang!  Belum  mikir-mikir kalau  bukan  sam a  ...  ah
       malu mengatakannya!" jawab Kurnia  ragu-ragu.
             "Malu  bagaimana,  coba  sama  siapa?  Siapa  tahu
       Mamang bisa menolong," jawab Wasita.
             "Yaaaah,  kalau  begitu  ... baik  saya  katakan. Sebenar-
       nya saya ini  bertemu dengan Enden Kori di toko.  Sejak ber-
       temu sampai sekarang, terus saja teringat dia. Siang-malam
       terbayang-bayang.  Saya  ini  harus  bagaimana?"  ungkap
       Kurnia  berterus terang.
             "Heh,  yang  begitu  mah  urusan  kecil.  Kenapa  enggak
       dulu-dulu bicara sama Emang? Mungkin sekarang sudah ada
       di sini. Sebenarnya, Mamang juga sudah tahu tentang keada-
       an  Ujang yang  begitu itu dari Enden sendiri, waktu  Mamang
       mengantarkan  sewaan.  Saat  itu,  Enden  sedang  di  kebun
       bunga,  sedang  memetiki  bunga  ros,  sudah  dipetik  lalu
       dicium. Ah, manis sekali. Andaikan si  Mamang ini jadi bunga,
       ah  mungkin  sudah  melayang terbang ke  atas awan.  Serasa
       dipeluk-ciumi di mega-mega yang  berarak,  ha ha ha!" papar
       Wasita berkhayal.
             "Tapi  baru  tahu  isi  hati  Enden  setelah  ia  berada  di
       rumah.  Saat  itu  dia  bertanya  pada  Mamang.  Katanya,
       Paman,  bunga  ini  benar-benar indah,  apalagi  bila  memetik-
       nya bareng-bareng orang Cikopo, yang sombong sewaktu.di
       pasar itu,  tuh. Tanya Emang, siapa Enden orang Cikopo itu?
       Jawabnya,  Ah,  Mamang  ...  pakai  pura-pura  lupa  segala.
       Padahal,  tak  ada  duanya  di  Cikopo.  Mamang jadi  maklum,
   52   53   54   55   56   57   58   59   60   61   62