Page 49 - TAN MALAKA- Bapak Republik Yang Di Lupakan
P. 49

a
                             a
                               r

                           P
                           P


                                  B
                               r
                                a
                                a
                    t
                    t
                     e
                  e
                   r
                   r
                         u
                         u

                     e
                      m
                      m
                                             k
                                             k

                                          w
                                            i
                                            i
                                                  u
                                                  u
                                                   a

                                                T
                                                T
                                      l
                                      l
                                      s
                                  B
                                    o
                                    o
                                         e
                                         e
                                          w
                                       s
                                        y
                                        y
                  e
               Bertemu Para Bolsyewik Tua
               B B
               Bertemu Para Bolsyewik Tuaa

               BAGI  aktivis  komunis  1920-an,  Vladimir  Lenin,  Josep  Stalin,  dan  Leon
               Trotsky  bukanlah  nama  biasa.  Mereka  "dewa"  komunisme  yang
               menggerakkan  kaum  revolusioner  dunia  dari  Moskow.  Tan  Malaka
               beruntung bisa bertemu dengan mereka.

               Komunis  muda  van  Hindia  ini  tiba  di  Moskow  pada  Oktober  1922,  dari
               Jerman.  Dia  sering  mengunjungi  pabrik,  berkenalan  dengan  para  buruh,
               dan  cepat  akrab  dengan  para  Bolsyewik  di  Negeri  Beruang  Merah  itu.
               Kamarnya,  di  salah  satu  bekas  hotel  di  Moskow,  menjadi  tempat  singgah
               para pemuda dan pelajar.

               Ketika  Komunis  Internasional  (Komintern)  sibuk  mempersiapkan  kongres
               keempat, Tan-yang melapor sebagai wakil Indonesia-diajak ikut rapat-rapat
               persiapan. Tapi dia hadir sebagai penasihat, bukan anggota yang punya hak
               suara.

               Kongres  Komintern  ke-4  akhirnya  berlangsung  pada  5  November-5
               Desember 1922. Di sini Tan bertemu dengan para pemimpin revolusi Asia,
               termasuk Ho Chi Minh dari Vietnam.

               Tan beruntung, semua wakil Asia mendapat kesempatan bicara lima menit.
               Giliran  Tan  jatuh  pada  hari  ketujuh.  Di  sanalah,  dalam  bahasa  Jerman
               patah-patah,  dia  menyampaikan  gagasan  revolusioner  tentang  kerja  sama
               antara komunis dan Islam.

               Kata  Tan,  komunis  tak  boleh  mengabaikan  kenyataan  bahwa  saat  itu  ada
               250  juta  muslim  di  dunia.  Pan-Islamisme  sedang  berjuang  melawan
               imperialisme-perjuangan yang sama dengan gerakan komunisme.

               Menurut dia, gerakan itu perlu mereka dukung. Namun dia tahu keputusan
               ada di tangan petinggi partai, para Bolsyewik tua. Karena itu, di akhir pidato
               dia  berkata,  "Maka  dari  itu  saya  bertanya  sekali  lagi,  haruskah  kita
               mendukung Pan-Islamisme?"

               Tan  berbicara  lebih  dari  lima  menit.  Mungkin  karena  pidatonya  yang
               membangkitkan  semangat,  diselingi  sedikit  humor,  ketua  sidang  cuma
               mengingatkan dia sekali dan membiarkan dia terus berpidato.

               "Kongres memberi tepuk tangan yang ramai pada Tan Malaka, seolah-olah
               telah  memberi  ovasi  padanya,"  tulis  Gerard  Vanter  untuk  harian  De
               Tribune.  "Itu  merupakan  suatu  pujian  bagi  kawan-kawan  kita  di  Hindia
               yang harus melakukan perjuangan berat terhadap aksi kejam."

                                                   47
   44   45   46   47   48   49   50   51   52   53   54