Page 54 - TAN MALAKA- Bapak Republik Yang Di Lupakan
P. 54

Sebagai  pemikir  yang  cemerlang  dan  otentik  sejak  masa  mudanya,
               Ibrahim  Datuk  Tan  Malaka  memiliki  cukup  alasan  mengapa
               pemberontakan harus dikesampingkan. Salah satu argumennya ialah
               bahwa kekuatan pergerakan belum cukup matang. Masih diperlukan
               pembenahan  organisasi  partai  guna  menggalang  basis  massa  yang
               kuat dan meluas, bahkan di luar kelompok komunis.

               Tan, sebagai pemimpin paling terkemuka PKI saat itu, menganjurkan
               untuk  sementara  waktu  pemimpin-pemimpin  gerakan  memperkuat
               organisasi dan tetap melakukan aksi-aksi "pemanasan" dan agitasi di
               tempatnya masing-masing. Pendirian ini telah diutarakannya kepada
               Alimin dan kawan-kawannya.

               Dari tempat persembunyiannya di Singapura, ia bahkan telah menulis
               pandangannya  lewat  sebuah  risalah  bertajuk  Massa-Actie  (1926,
               terbit  ulang  1947).  Dalam  buku  kecil  itu  ia  menampik  rencana
               kelompok  Prambanan  seraya  menyimpulkan  bahwa  rencana
               pemberontakan  itu  merupakan  tindakan  blunder  yang  bisa  menjadi
               bumerang  terhadap  partai  sendiri,  bahkan  juga  terhadap  semua
               partai  nasionalis.  Nyatanya  memang  demikian.  PKI,  yang  didirikan
               pada 1920, hancur, dan aktivis partai meringkuk dalam penjara atau
               dibuang ke Digul.

               Kondisi  ekonomi  Hindia  Belanda  saat  itu  juga  sedang  membaik.
               Buruh  cukup  mudah  mendapat  pekerjaan,  sebagian  pemuda
               mendapat kesempatan mempelajari bahasa Belanda dan menduduki
               kursi  yang  agak  empuk  sebagai  juru  tulis.  Pelengah  hidup  seperti
               bioskop, sepak bola, dan dansa hula-hula mulai digemari. Ini berbeda
               dengan  1942-1945,  ketika  sebagian  besar  pabrik  gula  tutup,  kebun-
               kebun  binasa,  mesin  pabrik  mati,  rakyat  tenggelam  dalam
               penderitaan romusha Jepang. Pendek kata, gagasan pemberontakan
               di tengah situasi ekonomi yang membaik itu tak bakal laku.

               Namun  kegagalan  pemberontakan  itu  tak  lantas  membuat  Tan
               memikirkan  diri  dan  partainya  sendiri.  Baginya  justru  jauh  lebih
               penting memikirkan perjuangan mencapai kemerdekaan nasional. Ini
               antara lain dapat diilustrasikan dari fakta berikut.

               Pertama, selepas dari penangkapan pada 1922, dan kemudian diusir
               ke luar Indonesia, ia sudah menjadi aktivis komunis yang tak kenal
               lelah    "menjual"     gagasannya     memperjuangkan        kemerdekaan
               Indonesia. Hampir tak ada negara Asia Timur dan Asia Tenggara yang



                                                   52
   49   50   51   52   53   54   55   56   57   58   59