Page 55 - TAN MALAKA- Bapak Republik Yang Di Lupakan
P. 55

tak  dijejakinya.  Ia  juga  pergi  ke  Moskow,  jantung  komunisme.  Ia
               hidup sengsara di tempat persembunyiannya dan selalu dikejar-kejar
               polisi rahasia. Ia baru kembali ke Tanah Air secara diam-diam pada
               zaman Jepang (1942).

               Kedua,  baginya  partai  hanyalah  alat  untuk  mencapai  perjuangan,
               yakni kemerdekaan nasional bagi Indonesia. Selepas pemberontakan
               yang  gagal  itu,  Tan  Malaka  keluar  dari  PKI  dan  mendirikan  Partai
               Republik  Indonesia  (Pari)  di  perantauan  Bangkok  pada  1927.  Pari
               kemudian  mati  suri.  Pada  masa  perang  kemerdekaan  (1947),  ia
               mendirikan  Partai  Murba.  Alasan  keluar  dari  PKI  lalu  mendirikan
               Pari sangat jelas, yakni karena tak lagi sehaluan dengan rekan-rekan
               separtainya yang lama.

               Di  lain  pihak  ia  menentang  kebijakan  Komunis  Internasional
               (Komintern) di Moskow. Sejak 1920-an Moskow tampak lebih peduli
               memanfaatkan         Komintern      bagi     kepentingan      "hegemoni"
               internasional  Uni  Soviet  ketimbang  kepentingan  perjuangan  kaum
               nasionalis  di  daerah-daerah  jajahan.  Komintern  bahkan  juga
               cenderung       mencurigai      Pan     Islamisme      sebagai     pesaing
               internasionalnya, sesuatu yang tak bisa diterima oleh Tan Malaka.

               Maka  jelas  kelihatan  bahwa  warna  nasionalisme  dalam  diri  Tan
               Malaka  jauh  lebih  kental  daripada  fanatisme  terhadap  ideologi
               (komunisme).  Kedekatannya  dengan  kelompok  Islam  sebagian
               karena  pola  asuhan  masa  kecilnya  sebagai  orang  Minang;  sebagian
               lain,  karena  memang  kelompok  Islamlah  yang  lebih  diandalkannya
               sebagai  mitra  pergerakan  ketimbang  kelompok  nasionalis  sekuler
               yang menurutnya cenderung berperilaku borjuis.

               Ketiga, Tan Malaka dianggap sebagai satu dari tiga tokoh nasionalis
               yang  pertama-tama  menuangkan  konsepsi  tentang  konstruksi
               masyarakat  bangsa  yang  dibayangkan  (the  imagined  community)  di
               masa  depan.  Lewat  sebuah  risalah  berjudul  Naar  de  Republiek
               Indonesia  (Kanton,  1925)  ia  sudah  membentangkan  betapa
               pentingnya persatuan dan betapa berbahayanya perpecahan.

               "Ini  harus  kita  cegah,"  tulisnya.  "Akan  tetapi  tidak  dengan  [cara]
               memberi khotbah tentang hikmah-hikmah yang kosong. Hanya satu
               program  yang  benar-benar  ingin  memajukan  kepentingan-
               kepentingan  materiil  dari  seluruh  rakyat  dan  dilaksanakan  secara
               jujur,  yang  dapat  membentuk  solidaritas  nasional,  suatu  solidaritas



                                                   53
   50   51   52   53   54   55   56   57   58   59   60