Page 61 - TAN MALAKA- Bapak Republik Yang Di Lupakan
P. 61

a
                  o
                                    w
                                    w
                  o
                    L
                    L


                                   a
                                  J

                                 ,
                                  J
                                      a
                                      a

                                       !
                            u
                              e
                           q
                            u
                              e
                                s
                                s
                               i
                               i


                     e
                     e
                       T
                         o
                           q
                       T
                         o
                                 ,
               N N
               No Le Toqueis, Jawa!!
               No Le Toqueis, Jawa!


               "  ....  Jadi  bukakan  pintu  dan  jendela  supaya  penganjur  masuk  dari  luar!"
               Manuel Quezon berseru-seru.

               WAJAH  Quezon  langsung  sumringah  bila  berbicara  tentang  Tan  Malaka.
               Dalam  Apa  dan  Siapa  Tan  Malaka,  Muhammad  Yamin  mencatat  betapa
               bekas  ketua  senat  dan  presiden  Filipina  itu  tersenyum  lebar  ketika
               menyebut  Tan,  seorang  kawan  lama  yang  memanggil  negeri  pinoy  itu
               dengan nama intim: Indonesia Utara.

               Tan tak pernah tinggal lama di Filipina. Tapi kehadirannya membawa angin
               segar bagi gerakan nasionalis yang makin mekar setelah pahlawan mereka,
               Jose  Rizal,  dieksekusi  pada  1896.  Saat  Tan  ke  sana,  dua  dekade  sudah
               berlalu  sejak  Spanyol  kalah  perang.  Ratusan  ribu  hingga  satu  juta  orang
               Filipina tewas saat Amerika Serikat masuk. Jadilah negeri ini koloni dengan
               julukan berbau rasis, "saudara kecil kita yang berkulit cokelat".

               Sepanjang  1925-1927,  Tan  tiga  kali  mondar-mandir  ke  Manila.  Paspornya
               berganti-ganti:  Hasan  Gozali,  Elias  Fuentes,  Estahislau  Rivera,  Howard
               Law, atau Cheung Kun Tat. Tan berpindah-pindah tempat, menumpang di
               teman-teman yang menghargai perjuangan dia sebagai pejuang antikolonial
               yang eksil dari Hindia Belanda.

               Tan  sendiri  awalnya  hanya  ingin  tetirah,  istirahat  dari  kesibukan
               mendirikan  organisasi  Komintern  (Komunis  Internasional)  biro  Kanton.
               Lagi  pula,  hawa  Kanton  yang  super  dingin  tak  cocok  bagi  paru-parunya.
               Tapi  Filipina  selalu  istimewa  di  dalam  hatinya.  Inilah  satu  simpul  dari
               pertautan Aslia, singkatan dari Annam (Vietnam), Siam (Thailand), Burma,
               Filipina, Malaka (Malaysia-Singapura), dan Australia Utara. Sudah lama ia
               percaya negeri-negeri yang berpaut sejarah sejak 5.000 tahun lalu ini mesti
               bangkit  dari  kolonialisme  dan  bergabung  di  bawah  Federasi  Republik
               Indonesia. Gagasan itu dituangkan dalam naskah buku berjudul Aslia, yang
               ditulis  bersamaan  dengan  Madilog,  hampir  dua  dekade  setelah  ia  ke
               Filipina. Sayang, naskahnya tak ditemukan hingga sekarang.

               Dalam  biografi  Dari  Penjara  ke  Penjara,  Tan  mengatakan  belajar  bahasa
               Tagalog dari Nona Carmen, putri bekas pemberontak Filipina, yang bersama
               ibunya  mengelola  sebuah  asrama  Filipina  di  Kanton.  Di  asrama  ini  ia
               berkenalan  dengan  Mariano  Santos,  dosen  Filipina  yang  bersimpati  pada
               kemerdekaan  Indonesia.  Lewat  Apolinario,  kakak  Mariano  yang  punya
               posisi  tinggi  di  Manila  University,  Tan  mendapat  tumpangan  pertama.
               Darinya  pula  Tan  mengenal  Francisco  Verona,  seorang  pemimpin  serikat
               buruh,  dan  mulai  menulis  teratur  di  harian  yang  dipimpin  Verona,  El
               Debate.
                                                   59
   56   57   58   59   60   61   62   63   64   65   66