Page 62 - TAN MALAKA- Bapak Republik Yang Di Lupakan
P. 62

Tan  kemudian  banyak  bergaul  dengan  kalangan  serikat  buruh,  wartawan,
               dan  kaum  nasionalis.  Partai  Komunis  Filipina  memang  belum  terbentuk
               hingga  1930,  tapi  Harry  Poeze  dalam  Pergulatan  Menuju  Republik:  Tan
               Malaka  1925-1945  mengatakan  Tan  bergaul  akrab  dengan  mereka  yang
               kemudian terlibat di dalamnya. Antara lain Crisando Evangelista, pemimpin
               serikat  buruh  kiri  seperti  Capadcia,  Balgos,  dan  Dominggus  Ponce  dari
               gabungan serikat buruh Legianaros del Trabajo.

               Tan senang hidup di Filipina. Teman banyak, dukungan luas, dan udaranya
               mirip  dengan  Tanah  Air-meski  beberapa  kali  ia  sempat jatuh  sakit.  Poeze
               menduga di sinilah bukunya, Naar de Republiek Indonesia, dicetak kedua
               kalinya,  meski  dalam  kata  pengantar  Tan  menyebut  "Kanton  dan  Tokyo,
               1925".  "Tokyo  sebagai  tempat  penerbitan  dimaksudkan  untuk  menipu
               polisi," Poeze menulis.

               Gerak-gerik  klandestin khas  Tan berakhir  ketika  seorang  pemburu hadiah
               menjebaknya  di  kantor  El  Debate  suatu  malam.  Rupanya,  korespondensi
               antara  polisi  rahasia  Amerika,  Inggris,  dan  Belanda  sudah  demikian  giat
               mencari  jejaknya  enam  bulan  terakhir.  Sehari  setelah  ia  ditangkap,  13
               Agustus  1927,  Tan  mengisi  halaman  muka  The  Philippine  Herald  dengan
               huruf besar-besar: "Seorang Jawa yang diduga agen Bolsyewik yang selama
               beberapa  waktu  diamat-amati  polisi  sehubungan  dengan  tersebarnya
               propaganda  Bolsyewik  di  Filipina  tertangkap  malam  lalu  oleh  polisi  dan
               dinas rahasia."

               Ramailah  surat  kabar  Filipina,  yang  di  bawah  koloni  Amerika  tergolong
               lumayan  bebas,  oleh  berita  tentang  Tan.  La  Vangardia  mengemukakan
               alasan  Tan  ditangkap:  permohonan  dari  pemerintah  Hindia  Belanda.  The
               Manila  Daily  Bulletin  mengungkapkan  hal  serupa.  La  Vangardia  dan  La
               Opinion mengungkapkan simpati terhadap perjuangan Tan. Bahkan harian
               Taliba  menyatakan  malu  Tan  terancam  diusir.  Mereka  ingin  Tan  diberi
               suaka di Filipina.

               Lihatlah sebuah kartun di harian El Debate yang menggambarkan guardia
               civil, polisi koloni yang represif, yang berusaha menangkap Tan. Sedangkan
               Tan berada dalam bayang-bayang dua ikon revolusi Filipina: Jose Rizal dan
               Plaridel, julukan bagi Marcelo del Pillar, pahlawan kemerdekaan yang tewas
               dalam pembuangan di Barcelona, 1896. "No Le Toqueis!" katanya. Artinya,
               "Jangan Tangkap!"

               Tan  bebas  setelah  pendukungnya  membayar  6.000  peso  sebagai jaminan.
               Tapi  kasusnya  batal  ke  pengadilan  karena  pemerintah  kolonial  Amerika
               keburu  mengusirnya  dengan  tuduhan  paspor  palsu.  Bukan  cuma  itu,
               sahabat-sahabat Tan yang terpandang bisa ikut terseret.





                                                   60
   57   58   59   60   61   62   63   64   65   66   67