Page 67 - TAN MALAKA- Bapak Republik Yang Di Lupakan
P. 67

Demokrasi  dengan  sistem  parlemen  melakukan  ritual  pemilihan  sekali
               dalam 4, 5, atau 6 tahun. Dalam kurun waktu demikian lama, mereka sudah
               menjelma menjadi kelompok sendiri yang sudah berpisah dari masyarakat.
               Sedangkan  kebutuhan  dan  pikiran  rakyat  berubah-ubah.  Karena  para
               anggota  parlemen  itu  tak  bercampur-baur  lagi  dengan  rakyat,  seharusnya
               mereka tak berhak lagi disebut sebagai wakil rakyat.

               Konsekuensinya  adalah  parlemen  memiliki  kemungkinan  sangat  besar
               menghasilkan  kebijakan  yang  hanya  menguntungkan  golongan  yang
               memiliki  modal,  jauh  dari  kepentingan  masyarakat  yang  mereka  wakili.
               Menurut Tan, parlemen dengan sendirinya akan tergoda untuk berselingkuh
               dengan eksekutif, perusahaan, dan perbankan.

               Kalau  kita  tarik  ke  zaman  sekarang,  mungkin  Tan  Malaka  bisa  menepuk
               dada.  Dia  akan  menyuruh  kita  menyaksikan  sebuah  negara  yang
               parlemennya  dikuasai  oleh  wakil  buruh,  seperti  Inggris,  kemudian
               menyetujui  penggunaan  pajak  hasil  keringat  buruh  untuk  berperang
               menginvasi negara lain.

               Akhirnya,  parlemen  di  mata  Tan  Malaka  tak  lebih  dari  sekadar  warung
               tempat  orang-orang  adu  kuat  ngobrol.  Mereka  adalah  para jago berbicara
               dan  berbual,  bahkan  kalau  perlu  sampai  urat  leher  menonjol  keluar.  Tan
               Malaka  menyebut  anggota  parlemen  sebagai  golongan  tak  berguna  yang
               harus diongkosi negara dengan biaya tinggi.

               Singkatnya,  keberadaan  parlemen  dalam  republik  yang  diimpikan  Tan
               Malaka  tak  boleh  ada.  Buku  Soviet  atau  Parlemen  dengan  tegas
               memperlihatkan  pendirian  Tan  Malaka.  Sampai  usia  kematangan
               berpikirnya,  Tan  tak  banyak  berubah,  kecuali  dalam  soal  ketundukan
               kepada Komintern Moskow. Karena pendirian ini pula Tan Malaka sangat
               keras  menentang  Maklumat  Wakil  Presiden  Nomor  X  pada  1945  tentang
               pendirian partai-partai. Sebab, partai-partai pasti bermuara di parlemen.

               Lalu seperti apa wujud negara tanpa parlemen itu? Penjelasannya memang
               bisa memakan halaman yang sangat banyak. Sederhananya, negara dalam
               mimpi  Tan  Malaka  dikelola  oleh  sebuah  organisasi  tunggal.  Dalam  tubuh
               organisasi itulah dibagi kewenangan sebagai pelaksana, sebagai pemeriksa
               atau pengawas, dan sebagai badan peradilan.

               Anda  bisa  membayangkan  organisasi  yang  berskala  nasional  seperti
               Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah. Bangunan organisasinya dari tingkat
               terendah  sampai  tingkat  nasional  bisa  diandaikan  seperti  itu.  Tidak  ada
               pemisahan  antara  si  pembuat  aturan  dan  si  pelaksana  aturan.  Di  dalam
               organisasi yang sama pasti ada semacam dewan pelaksana harian, dan ada
               sejenis  badan  kehormatan  atau  komisi  pemeriksa.  Begitulah  kewenangan
               dibagi, tapi tidak dalam badan yang terpisah.


                                                   65
   62   63   64   65   66   67   68   69   70   71   72