Page 66 - TAN MALAKA- Bapak Republik Yang Di Lupakan
P. 66

buku Menuju Republik Indonesia (1926), Soviet atau Parlemen (1922), serta
               Madilog  (1942),  kita  bisa  menyatukan  mozaik  gagasan  republik  yang
               tercerai-berai itu. Tak sulit untuk menyatukan mozaik ini, karena Tan selalu
               menunjukkan pola pemikirannya.

               Tan memberikan perumpamaan tentang burung gelatik untuk menjelaskan
               republik yang ia angankan. Burung ini terlihat seperti makhluk yang lemah.
               Banyak  yang  mengancamnya.  Di  dahan  yang  rendah,  dia  harus  waspada
               terhadap  kucing  yang  siap  menerkam.  Tapi  dahan  yang  lebih  tinggi  juga
               bukan  merupakan  tempat  yang  aman  baginya.  Ada  elang  yang  siap
               menyambar  sang  gelatik  sehingga  hidupnya  tak  merdeka.  Ia  hidup  penuh
               ketakutan  dan  dengan  perasaan  terancam.  Serba  tak  bebas.  Bagi  Tan
               Malaka,  Indonesia  harus  bebas  dari  ketakutan  seperti  ini.  Bebas  dari
               belenggu dan teror pemangsa.

               Tapi, jika burung gelatik berada dalam satu rombongan besar, ia akan bebas
               menjarah padi di saat sawah sedang menguning. Burung gelatik, yang sesaat
               lalu  terlihat  seperti  makhluk  yang  lemah,  bisa  berubah  drastis  menjadi
               pasukan penjarah yang rakus  tiada  ampun. Keringat  petani selama  empat
               bulan terbuang sia-sia. Padinya habis disantap sekawanan gelatik.

               Selain bebas dari penjajahan, merdeka bagi Tan Malaka bukan berarti bebas
               menjarah  dan  menghancurkan  bangsa  lain.  Merdeka  itu  dua  arah:  bebas
               dari ketakutan dan tidak menebar teror terhadap bangsa lain. Inilah prinsip
               Indonesia merdeka.

               Setelah  merdeka,  bangunan  Indonesia  harus  punya  bentuk.  Ketika  para
               pejuang  lain  baru  berpikir  tentang  persatuan,  atau  paling  jauh  berpikir
               tentang  Indonesia  Merdeka,  Tan  Malaka  sudah  maju  beberapa  langkah
               memikirkan  Republik  Indonesia.  Brosur  Naar  de  Republiek  Indonesia
               (Menuju Republik Indonesia) sudah ditulis di Kanton, Cina, pada 1925, tiga
               tahun sebelum deklarasi Sumpah Pemuda.

               Tan  Malaka  tegas  bahwa  eks  Hindia  Belanda  harus  menjadi  Republik
               Indonesia. Namun republik dalam gagasan Tan Malaka tak menganut trias
               politika ala Montesquieu. Republik versi Tan Malaka adalah sebuah negara
               efisien. Republik yang dikelola oleh sebuah organisasi.

               Tan  Malaka  sejatinya  tak  percaya  terhadap  parlemen.  Bagi  Tan  Malaka,
               pembagian  kekuasaan  yang  terdiri  atas  eksekutif,  legislatif,  dan  parlemen
               hanya  menghasilkan  kerusakan.  Pemisahan  antara  orang  yang  membuat
               undang-undang  dan  yang  menjalankan  aturan  menimbulkan  kesenjangan
               antara aturan dan realitas. Pelaksana di lapangan (eksekutif) adalah pihak
               yang langsung berhadapan dengan persoalan yang sesungguhnya. Eksekutif
               selalu  dibuat  repot  menjalankan  tugas  ketika  aturan  dibuat  oleh  orang-
               orang yang hanya melihat persoalan dari jauh (parlemen).


                                                   64
   61   62   63   64   65   66   67   68   69   70   71