Page 76 - TAN MALAKA- Bapak Republik Yang Di Lupakan
P. 76

Perpindahan gedung ini tampaknya jadi kebanggaan Kota Haarlem kala itu,
               sehingga beritanya pun terbit dalam salah satu edisi koran Panorama pada
               1915. Koran ini memuat foto seluruh siswa Rijkweekschool, termasuk Tan.

                                                   ***
               Semangat  Tan  menempuh  pendidikan  sekolah  guru  ke  Belanda  tak  lepas
               dari campur tangan G.H. Horensma. Dia berhasil meyakinkan Direktur van
               der  Ley  bahwa  Tan  pintar  dan  cerdas.  "Pemuda  ini  banyak  bakat  dan
               energinya,  tingkah  lakunya  baik  sekali,  rapi  dan  gairah  belajarnya  besar,"
               tutur Van Der Ley kepada schoolopziener di Distrik Haarlem.

               Di sekolah, Tan dapat mengatasi masalah pelajaran. Ia berbakat dalam ilmu
               pasti. Ini mengherankan para gurunya, yang berpikiran bahwa orang Hindia
               tak pandai ilmu pasti. Dia justru amat membenci ilmu tumbuh-tumbuhan
               karena harus menghafalnya. "Bencinya lebih besar ketimbang benci makan
               roti dan keju," ujarnya.

               Guru  dan  teman-temannya  mudah  menerima  Tan  yang  pandai  bergaul
               sekalipun ada kendala bahasa. Dia aktif bermain sepak bola dan main biola
               bersama  orkes  sekolah.  Terkadang  dia  memamerkan  tari-tarian
               Minangkabau kepada teman-temannya.

               Untuk urusan sepak bola, ia dikenal memiliki tendangan yang kencang. Tan
               bergabung dengan klub Vlugheid Wint. Kakinya sering terluka lantaran tak
               bersepatu.  Tan  juga  kerap  mengabaikan  peringatan  teman-temannya  agar
               mengenakan  jaket  tebal  pada  saat  istirahat  pertandingan.  Bahkan  dalam
               kondisi sakit pun, nafsu bermain sepak bola Tan tak padam.

               Dengan kualitas makan yang buruk, kamar yang tak sehat, dan tak pernah
               mengenakan jaket tebal, Tan mulai terserang radang paru tepat pada musim
               panas 1915. Sejak itu, dia tak pernah seratus persen sehat. Pada awal 1916
               kesehatannya  mundur  lagi  sehingga  sulit  mengikuti  pelajaran  di  sekolah.
               Bahkan ujian pun dilaluinya dalam kondisi ambruk.

                                                   ***
               Pondokan di Jacobijnestraat adalah tempat berseminya pemahaman politik
               Tan.  Dia  kerap  terlibat  diskusi  hangat  antara  teman  satu  kos,  Herman
               Wouters,  seorang  pengungsi  Belgia  yang  melarikan  diri  dari  serbuan
               Jerman, dan Van der Mij. Dari diskusi itu, Tan tersadar bahwa dunia tengah
               bergolak. Sekonyong-konyong, sebuah kata baru mulai jadi subyek misterius
               bagi Tan Malaka: revolusi.

               Namun dia tak langsung menjadi partisipan aktif, "Politik bagi saya adalah
               terra  incognita,"  ucapnya.  Dia  lebih  banyak  mengamati  dan  mendengar
               sambil ikut-ikutan membaca De Telegraf, surat kabar yang anti-Jerman dan
               Het    Volk   yang    rajin   menyerukan     pesan   antikapitalisme   dan


                                                   74
   71   72   73   74   75   76   77   78   79   80   81