Page 77 - TAN MALAKA- Bapak Republik Yang Di Lupakan
P. 77

antiimperialisme.  De  Telegraf  adalah  koran  langganan  Mij.  Het  Volk
               merupakan media yang selalu dibaca Wouters.

               Tan Malaka tak bisa menghindar dari perkembangan politik dunia. Perang
               yang berkecamuk telah mempengaruhi perkembangan pemikirannya. Selain
               membaca  koran-koran  "kiri",  dia  mulai  lapar  informasi  politik.  De  Vries
               semakin rajin dikunjungi termasuk toko buku lain di ujung Jacobijnestraat.
               Buku  karya  para  filsuf  dan  pemikir  populer  pada  zaman  itu  menjadi
               santapannya, seperti Thus Spoke Zarathustra dan Wille zur Macht (Will to
               Power)  karya  filsuf  Jerman,  Friedrich  Nietzsche.  Begitu  pula  The  French
               Revolution  karya  Thomas  Carlyle,  penulis  esai  ternama  Skotlandia.  Dari
               buku  ini  Tan  Malaka  mengenal  semboyan  liberte,  egalite,  fraternite
               (kemerdekaan, persamaan, persaudaraan).

               "Tiba-tiba  saya  berada  dalam  semangat  dan  paham  yang  lazim  dinamai
               revolusioner," tutur Tan Malaka dalam tulisannya.

                                                   ***
               Tan  meninggalkan  Haarlem  pada  1916  dan  pindah  ke  Bussum.  Jarak
               Haarlem-Bussum dengan  kereta  api biasa  ditempuh  selama  satu  setengah
               jam. Di kawasan Korte Singel, Bussum, dia tinggal bersama keluarga Rietze
               Koopmans. Rumah keluarga Koopmans masih berdiri hingga kini dan tetap
               sama seperti ketika Tan tinggal di sana hingga Mei 1918.

               Rumah  bercat  putih  gading  dengan  struktur  kayu  itu  dikelilingi  pohon
               rimbun. Penghuninya yang sekarang baru setahun menempati rumah yang
               sangat  asri  itu.  Mereka  pun  antusias  ketika  mengetahui  rumahnya  dulu
               ditempati  seorang  tokoh  nasional  Indonesia.  Sayangnya,  pasangan  ini
               menolak menyebut nama. Menurut mereka, setidaknya ada empat keluarga
               yang menghuni rumah itu sebelumnya.

               Kepindahan ke Bussum membuat Tan Malaka lagi-lagi tersadar, hidup tak
               sekadar  penjajah  dan  terjajah.  Di  kota  ini  dia  menemukan  pola  hidup
               borjuis yang berjurang luas dengan proletar. Dia merasakan perbedaan yang
               mencolok  antara  gaya hidup  mewah  Koopmans dan  keluarga Van  der Mij
               yang proletar.

               Revolusi Komunis yang meledak di Rusia pada Oktober 1917 juga memberi
               keyakinan  pada  Tan  bahwa  dunia  sedang  beralih  ke  sosialisme.  Berbagai
               gagasan  baru  tentang  bagaimana  seharusnya  bangsa  Indonesia  dibangun
               berseliweran dalam benak Tan.

               Lalu  datanglah  tawaran  dari  Suwardi  Surjaningrat  alias  Ki  Hadjar
               Dewantara agar dia mewakili Indische Vereeniging dalam kongres pemuda
               Indonesia  dan  pelajar  Indologie  di  Deventer,  Belanda.  Di  forum  inilah,




                                                   75
   72   73   74   75   76   77   78   79   80   81   82