Page 80 - TAN MALAKA- Bapak Republik Yang Di Lupakan
P. 80

Van  Wijngaarden  langsung  mewariskan  semua  surat  Tan  Malaka  kepada
               Poeze yang sudah melakukan penelitian sejak 1970-an. "Dick bilang, siapa
               lagi yang bisa menyimpan dan memanfaatkan surat-surat ini kalau bukan
               saya," kata Poeze kepada Tempo.

               Beruntung  Poeze  menemukan  Dick  yang  masih  hidup  dan  menyimpan
               sebagian bukti tertulis Tan Malaka. "Van Wijngaarden yang paling banyak
               menyimpan surat dan kartu pos dari Tan Malaka," ujarnya.

               Sahabat Tan Malaka yang lain adalah Arie de Waard, kawan sekelasnya di
               sekolah guru di Haarlem. Keakraban itu terjalin ketika De Waard ditugasi
               direktur sekolah membantu Ibrahim memahami pelajaran sekolah. "Karena
               saya  senang  padanya,  saya  tak  keberatan.  Ibrahim  diperintahkan  selalu
               memperhatikan  nasihat-nasihat  saya,"  demikian  tutur  De  Waard  dalam
               suratnya kepada Poeze.

               Dengan De Waard inilah Tan banyak mendiskusikan pikiran politiknya. De
               Waard  pun  menjadi  paham  kenapa  nilai-nilai  pelajaran  Tan  Malaka
               menurun.  Rupanya,  Tan  sedang  kecanduan  membaca  buku-buku  politik.
               "Mulanya susah payah saya mengajaknya untuk belajar kembali... sekarang
               saya tahu mengapa angka-angka rapornya menurun," tulis De Waard.

               Tapi,  menurut  De  Waard,  kebiasaan  Tan  mengemukakan  pendapatnya
               tentang  revolusi  menghasilkan  nilai  positif  lain.  "Dia  telah  belajar
               menyatakan pikirannya dengan baik sekali."

               Selama  enam  tahun  pertama  di  Belanda  antara  1913  dan  1919,  Tan  tak
               hanya  akrab  dengan  Dick  dan  De Waard.  Sepucuk  surat  lain  untuk  Poeze
               dari  C.  Wilkeshuis  menegaskan  hal  ini.  "Ia  segera  diterima  dalam
               masyarakat kelas kami. Tak ada sama sekali apa yang disebut 'diskriminasi
               bangsa'. Kami  menganggapnya  sebagai orang  Hindia  Timur yang  menarik
               perhatian," tulis Wilkeshuis.

               Tapi tentu saja yang paling berjasa bagi kehidupan Tan Malaka adalah G.H.
               Horensma,  warga  Belanda  di  Bukittinggi  yang  mensponsori  pendidikan
               guru  Ibrahim.  Berkat  dialah,  Ibrahim  tercatat  sebagai  orang  Indonesia
               pertama yang diterima di sekolah guru Haarlem.











                                                   78
   75   76   77   78   79   80   81   82   83   84   85