Page 78 - TAN MALAKA- Bapak Republik Yang Di Lupakan
P. 78

untuk  pertama  kali,  Tan  membeberkan  gagasan,  yang  selama  ini
               bersemayam dalam pikirannya, secara terbuka.

               Berikutnya  Tan  tinggal  di  Gooilandscheweg,  kawasan  borjuis  yang  awet
               hingga kini. Ketika Tempo berkunjung, rumah itu sepi. Penghuninya sedang
               tak  di  tempat.  Tetangga  kanan-kiri  berjauhan.  Tan  menulis,  daerah
               Gooilandscheweg  memang  daerah  borjuis,  dipenuhi  rumah  peristirahatan
               nan cantik yang jaraknya berjauhan.

               Di rumah ini Tan mulai putus asa karena tak lulus ujian untuk izin mengajar
               sebagai  guru  di  Belanda.  Padahal  dia  harus  mulai  bekerja  agar  bisa
               membayar utangnya kepada NIOS. Pada saat yang sama, dia semakin aktif
               mengunjungi rapat-rapat Indie Weerbaar (Pertahanan untuk Hindia), yang
               sering diadakan Himpunan Hindia.

               Sebagai  pelajar  dari  bangsa  terjajah,  Tan  Malaka  akhirnya  merasa  sudah
               saatnya ada revolusi di Indonesia agar terlepas dari penjajahan dan mulai
               membangun  sistem  sosialisme.  Setelah  gagal  mendapatkan  izin  mengajar
               namun  mendapat  banyak  pelajaran  penting  tentang  politik  selama  enam
               tahun, Tan memutuskan pulang ke Indonesia pada 1919.

               Tan pulang hanya dengan satu cita-cita: mengubah nasib bangsa Indonesia.
               Sayangnya,  karena  cita-cita  ini  jugalah  Ibrahim  harus  kembali  lagi  ke
               Belanda  pada  1922.  Kali  ini  bukan  sebagai  pelajar,  melainkan  buangan
               politik.























                                                   76
   73   74   75   76   77   78   79   80   81   82   83